Tuesday, June 21, 2011

The Integration of Oil Palam Plantation for Beef Cattle Development to Improve Meat Production

SISTEM INTEGRASI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT SEBAGAI PUSAT PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG DALAM RANGKA MENCAPAI SWASEMBADA DAGING

Oleh : MISNADI

The demand of protein from animal tend to increase coincide with the population growth, economic development, nutritional consciousness, and life style. Beef is one of the important source of protein in the Indonesian diet. At present there is a gap between domestic demand of protein and supply of livestock, to solve the problem Indonesia government has been decided to import either livestock or frozen meat. To minimize the gap , some invention should be done. Conversion of agricultural land to residential areas causing limitation of natural feed resources for livestock. Diminishing availability of agricultural land due to converted to residential areas could be the main couse of decreasing total production and population of livestock in Indonesia. In the year of 2020, consumtion of protein is expected to increase about 2-3 times more than the average current consumption of less than 2 kg/capita/year.The high demand for protein from meat is an opportunity for business development of local beef cattle therefore, efforts to increase livestock productivity needs to be done.
There is substantial potential for improved land use and farmer income through the integration between crops and animals. Integrated crop-livestock system especially estate crops such as Oil palm plantation is a potential alternative to suport the development of livestock agribusiness as well as estate crop agribusiness in Indonesia. The pattern of integration is very possible to be developed extensively in the available forage, and waste-product that can be used as cattle feed. With these efforts are expected that the problem of forage limitations can be overcome by utilizing agricultural waste, or fodder crop as a pasture.
Integration between crops commodities and livestocks showed significant added value to farmer income. Integration between oil palm plantations and beef cattle have a huge potential to increase beef population through the use of its by product and fodder for fed. Maintenance of beef cattle in the area of oil palm plantations is done by entering into a plantation area of livestock, livestock thereby able to consume forage around the area between oil palm plantation. Some of the benefits of livestock integration include savings in weeding cost, reduction of chemical fertilizers and income from the sale of livestock. In addition cattle also can be utilized as draf animal power carrying fresh fruit bunch with out any effect on reproduction performance. Some researchs showed that the average daily gain of cattle rearing under oil palm plantation with out supplementation about 0.6 kg/day.  
The integration between oil palm plantation and cattle has known as management enviromentaly friendly because oil palm waste product that become a problem for the environment because the waste that can pollute the environment, can be used as main source of feed cattle. palm oil mill wastes that become a problem for the environment because the waste that can pollute the environment, can be resolved so that environmental pollution will be reduced. Oil palm waste product such as solid, sludge, palm kernel cakel (PKC) ,oil palm fronds (OPF), palm press fibre (PPF) and POME potential as beef cattle feed. PKC is widely used as the main. ingredient in rations for feedlot. Feedlot cattle e are normally fed up to 80% PKC with live weight gain (LWG) of 0.6-0.8 kg day-1 and 1- 1.2 kg day-1 crossbred cattle respectively. PKC at almost 100% has been fed to feedlot cattle with no negative effect provided that the supply of Ca and vitamins (inparticular, A, D and E) is sufficient to meet their requirements.
Cattle palm oil intergration can provide great benefits for livestock and crops, the benefits certainly derived from these two commodities. Cattle can be used as a means of transportation is the result of oil and cattle can certainly also for sale directly after the population increases. While the palm, the advantage is certainly derived from the fruit production and transportation cost savings achieved and fertilizer so it is expected to be able to increase farmers' income, increase the population so that self-sufficiency in beef cattle can be achieved, the benefits can be obtained from the sale of cattle and crops, but it gains unnoticed by the ranchers who are improving the quality of soil due to manure application. With increasing population, these cows are expected to be able to contribute in providing the domestic supply of meat so that imported beef can be resolved. From the above description can be concluded that with the integration of cattle with oil palm plantations  have a huge potential to increase animal population througt the use of its by products for feed, Therefore, integration between cattle and oil plam plantation are expected to increase farmers' income, increasing population, so self-sufficient in beef cattle can be achieved. Hence the development of cattle and oil palm plantation to be followed by realistic in large commercial; scale must be supported by government policy.

Thursday, June 16, 2011

POLA PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI KELAPA SAWIT-SAPI SEBAGAI PENJAMIN KETERSEDIAN PAKAN TERNAK

EFRYANTONI
FAKULTAS PERTANIAN : UNIVERSITAS BENGKULU

 ABSTRAK
Pengembangan program integrasi kelapa sawit-sapi mempunyai peluang pengembangan yang sangat prosfektif ditinjau dari aspek permintaan atas sapi  nasional, ketersediaan pakan sapi melalui sinergi dengan kebun sawit dan hasil sampingan proses pengolahan hasil kebun, serta pemanfaatan kotoran sapi secara maksimal. Produksi limbah pertanian sangat tergantung pada waktu panenan yang mengakibatakan ketersediaan secara kontinue sepanjang tahun untuk dibutuhkan tempat penyimpanan untuk menampung limbah pertanian saat panen. Didalam pola integrasi ini, tanaman kelapa sawit sebagai komponen utama, sedangkan ternak sebagai komponen pelengkap. Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan sebagai faktor pembatas dalam pemanfaatanya sebagai pakan. Limbah kelapa sawit yang dapat dimanfaatkan oleh ternak sebagai pakan adalah : pelepah sawit, lumpur sawit, bungkul inti sawit. Beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa: pelepah sawit mengandung protein sebesar 1,9%, lemak 0,5% dan lignin 17,4%, Kombinasi serat buah (25%), BIS (15%) dan lumpur sawit (10%) dengan total kontribusi 50% dapat digunakan untuk sapi. Disamping memanfatkan limbah hasil kelapa sawit, sapi yang intgrasikan dengan kelapa sawit ini juga bisa memakan gulma yang berada disekitar perkebunan kelapa sawit. Tanaman penutup lahan kelapa swit juga bisa dimanfaatkan oleh ternak sebagai hijauan, seperti : Callopogonium mucunoides, Centrocema pubescent, Pueraria javanica, Psophocarpus palustris, Callopogonnium caerulium dan Muchuma cochinensisc. Dimana tanaman leguminosa  penutup lahan dapat memproduksi hijauan setara dengan 5-7 ton. Tujuan pembangunan penutup tanah adalah untuk mengurangi erosi permukaan tanah, menambah bahan organik dan cadangan unsure hara, memperbaiki aerasi, menjaga kelembaban tanah menekan perkembanagn gulma, menghemat penyiangan dan pemupukan serta menekan gangguan kumbang orycites. Untuk menunjang keberhasilan sistem integrasi  ternak denagn perkebunan kelapa sawit dibutuhkan teknologi tepat guna dan sosialisasi berkelanjutan dalam hal ; Pengolahan limbah perkebunan/pabrikan sebagai sumber pakan ternak, Pengolahan kompos yang berkualiatas dalam waktu pendek, Pendugaan kapasitas tampungan lahan perkebunan untuk jenis ternak tertentu, Manajemen pemelihararan ternak yang intensif. Disamping itu ternak sapi yang di intgrasikan denagn kelapa sawit juga bisa dimanfaatkan sebagai penarik gerobak maupun mengangkut hasil panenan kelapa sawit dan kotoran sapi bisa dimanfaatkan sebagai pupuk, yang mana pada akhirnaya bisa menghemat biaya produksi.
Kata kunci:  Integrasi,kelapa sawit, hijauan pakan ternak, limbah, sapi

BURUNG PERKUTUT (Geopelia striata Linn) SEBAGAI HEWAN POTENSIAL

Dicky Trisaputra
Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu
 Abstrak
            Burung perkutut (Geopelia striata Linn) sebagai hewan potensial karena memiliki suara kicauan yang sangat indah, sehingga ribuan orang yang menggemari untuk memelihara burung perkutut. Burung perkutut dicatagorikan termasuk golongan hewan potensial maka dari itu diadakan adanya perkembangbiakan, pencegahan penyakit, dan sebagai peluang tenaga kerja.
            Hasil penulisan karya ilmiah ini menyimpulkan bahwa Burung perkutut (Geopelia striata Linn) sebagai hewan potensial untuk peluang pekerjaan yang mencukupi kebutuhan sehari-hari, serta peluang tenaga kerja bagi siapa yang membutuhkan.
 Kata kunci: Burung Perkutut, hewan potensial, peluang tenaga kerja 

Pendahuluan
            Burung prkutut (Geopelia striata Linn) pada dasarnya adalah Satwa liar merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat dipulihkan. Hal ini berarti satwa liar dapat dipertahankan keberadaannya. Sejalan dengan maksud tersebut, pemerintah Indonesia telah merintis beberapa bentuk usaha pelesarian satwa liar baik secara ex-situ maupun in-situ.
            Burung perkutut berasal dari satwa liar maka dari itu didomestikasikan terlebih dahulu sehingga akan diadakan perkembangbiakkan untuk menghasilkan keuntungan yang tinggi. Dengan demikian burung perkutut memiliki potensi.
            Penangkaran jati padang dan penangkaran kebon duren merupakan penangkaran milik perorangan. Penangkaran ini lebih bersifat sebagai usaha sambilan (sebagai tabungan), hobi dan percobaan. Disamping memilihara perkutut, pemilik penangkaran memilki penghasilan tetap sebagai pegawai dan wiraswasta. Pendidikan pegawai dipenangkaran ini berkisar pada jenjang SMTP dan SMTA. Tingkat pendidikan ini menentukan kemampuan berpikir pekerja. Keterampilan dan pengalaman pekerja dalam memelihara burung perkutut belum diikuti oleh pendidikan khusus dibidang penangkaran, secara formal.

Monday, June 13, 2011

Humor


1.      Peternakan Kuda
Beberapa pasang suami istri ber-agrowisata ke sebuah peternakan kuda dikaki pegunungan. Mereka dipandu oleh sang pemilik peternakan yang  sangat membanggakan kuda-kudanya:
`Bapak-bapak & ibu-ibu coba lihat kuda jantan
hitam itu, ia mampu membuahi betina sampai lima kali sehari!`

Para ibu pun berkasak-kusuk membisiki suaminya: `Tuh, Pak! Lima kali
sehari!`

Bapak-bapak hanya diam
menyesali`kekurangannya`.

`Nah, Bapak-bapak dan ibu-ibu kalau kuda putih yang itu, ia mampu berhubungan dengan betinanya sampai sepuluh kali sehari!`

Para ibu kali menggumam semakin keras kepada suaminya: `Tuh, Pak!  Sepuluh kali sehari!`

Kelompok Bapak pun kembali terdiam. Tiba-tiba salah seorang dari merekapun bertanya: `Sepuluh kali itu dengan satu betina atau lebih, Mas?`

`Ya, dengan sepuluh betina dong, Pak!`

`Tuh Bu, dengan sepuluh betina!`

Kelompok ibu: `@@@###$$$!!!???!...`

Saturday, June 11, 2011

Selingan 3

A: mana duluan telur atau ayam
B: ayam dulu dong, kalau tak ada ayam bagaimana bisa ada telur.
A: ya telur dulu, coba ayam kan menetas dari telur.
Demikian mereka berdebat tak mau kalah. Malah mau adu jotos
C: kalau yang disebut duluan telur berarti telur dulu, dan kalau ayam dulu yang disebut berarti ayam dulu.
A dan B: ??????????

Selingan 2

Ketika aku mahasiswa di Fakultas Peternakan UGM, aku praktikum kastrasi babi. Sebelum praktek kami ditanya sang dosen. Teman saya ditanya terlebih dahulu.

Dosen: "Bagaimana cara mengkastrasi babi?
Mahasiswa: "Bersihkan bulu pada skrotum, oles skrotum dengan alkohol, lalu bedah hati-hati. Cari saluran yang menuju testis, ikat dengan tali dengan hati-hati. Setelah itu gunting perlahan-lahan. Setelah itu secara hati-hati testisnya dikeluarkan. Baru skrotumnya dijahit dengan hati-hati".
Dosen: "Ha....ha..., coba perhatikan ada ada bulu di skrotum babi?
Mahasiwa melihat ternyata tidak ada bulu di skrotum babi.
Dosen: "Teori itu beda dengan praktek!!! Perhatikan cara yang praktis!!!
Mahasiswa manggut-manggut. Alam teori ternyata jauh berbeda dengan alam praktek. Teorinya melindungi HAH (Hak Azazi Hewan), prakteknya melanggar HAH. Kalau dilakukan sesuai teori biayan dan waktu serta tenaga kerjanya jadi tinggi. Nah, jadi prakteknya ya belah, ambil testis dan betot, skrotum jadi asal jadi. Praktis kan!

Selingan 1

Ada suatu kejadian ketika saya dulu jadi Asisten Reproduksi di Fakultas Peternakan UGM. Semua mahasiswa praktikum kualitas sperma termasuk mahasiswi tentunya. Ketika seorang mahasiswa mengambil sperma dengan cara menyedot dengan menggunakan pipet, maka sperma tersebut tersedot masuk dan tertelan. Kagetlah ia. Seorang teman komentar: "Wah nanti hamil". Mahasiswi tersebut kontan pucat pasi.Sang teman tertawa terkikik-kikik.

Tuesday, June 7, 2011

Animal Housing Systems

Fact sheets on animal housing are listed below. Click on the fact sheet you wish to view. You will need Acrobat Reader for viewing. If you do not have Acrobat Reader, please click back to the Extension Page and download.
Dairy Facility Fact Sheets
Designing and Building Dairy Cattle Freestalls G-76
Freestall Barn Floorplans and Components G-84 (updated 03/10)
Developing an Elevated Milking Parlor by Steps G-88
Pre-owned Milking Parlors-Opportunity or Big Mistake? G-89
A Primer on Robotic Milking Systems G-105
Manure Management Fact Sheets
The Fate of Nutrients and Pathogens During Anaerobic Digestion of Dairy Manure G-71
Dairy Manure Handling G-72
Agricultural Waste Stacking and Handling Pad G-73
Anaerobic Digestion: Biogas Production and Odor Reduction from Manure G-77
Considering an Anaerobic Digester? Steps to Take and Contacts to Make G-86
Biological Manipulation of Manure: Getting What you Want from Animal Manure G-87
Horse Facility Fact Sheets
Horse Stall Design, UB033

Fire Safety in Horse Stables, UB034

Horse Stable Manure Management, UB035

Horse Stable Flooring Materials & Drainage, UB036

Fence Planning for Horses, UB037

Riding Arena Footing Materials, UB038

Horse Stable Ventilation, UB039
Riding Arena Footing Material Selection and Management Resources G-106
Animal Facility Ventilation Fact Sheets
Natural Ventilation for Dairy Tie Stall Barns G-74
Natural Ventilation for Freestall Barns G-75
Tunnel Ventilation for Tie Stall Dairy Barns (revised 01/04) G-78
Principles of Measuring Air Quality: Evaluating Livestock Housing Environments G-80
Instruments for Measuring Air Quality: Evaluating Livestock Housing Environments G-81
Evaluating Mechanical Ventilation Systems: Evaluating Livestock Housing Environments G-82
Psychrometric Chart Use G-83
Selecting Rated Ventilation Fans G-85
Inlets for Mechanical Ventilation Systems in Animal Housing G-91
Self-Adjusting Baffle Inlet to Improve Air Distribution G-92
Ventilation Improvements for Veal Calf Housing Using 50-Calf Room Example G-93
Make Your Own Ceiling Inlet Air Speed Monitors G-94
Ventilating Greenhouse Barns-Guidelines for Livestock Production G-102
Selecting Tunnel Ventilation Fans G-103
Ammonia Monitoring in Animal Environments Using Simple Instruments G-110
Miscellaneous Animal Housing Fact Sheets
Sheep Housing Design Criteria G-5
Odor Management in Agriculture and Food Processing: A Manual of Practice for Pennsylvania G-40
Odor Control for Animal Prodution Operations G-79

If you find you cannot read or download the above fact sheets, please go back to the Extension page and request a hard copy be sent to you via surface mail.
source: http://www.abe.psu.edu/extension/factsheets/g/

UPAYA PENGEMBANGAN DAN PENINGKATAN PRODUKTIVITAS TERNAK KAMBING DENGAN PEMANFAATAN LIMBAH PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

Oleh :Bobby Damsir

 Abstrak
Industri pengolahan minyak kelapa sawit menghasilkan produk utama berupa minyak sawit dan produk ikutan seperti lumpur minyak sawit, bungkil inti sawit, dan serat sawit. Limbah dari perkebunan dan pabrik sawit mempunyai potensi yang patut diperhitungkan. Potensi teresbut ada pada Bungkil Inti Sawit, Lumpur sawit, dan pelepah sawit. Penggunaan limbah dan hasil ikutan perkebunan kelapa sawit berupa daun sawit, lumpur sawit dan bungkil inti sawit dapat digunakan sebagai pakan alternatif yang cukup potensial sampai pada tingkat 60-70 % untuk kambing melalui pengolahan dan penambahan bahan pelengkap. Fermentasi Lumpur minyak sawit dengan menggunakan ragi tempe sampai dengan empat hari mampu meningkatkan nilai total Digestable nutrient (TDN) pada kambing jantan
 Kata kunci: Limbah sawit, kambing, pengembangan, produktivitas.

Monday, June 6, 2011

POTENSI PEMANFAATAN LUMPUR SAWIT SEBAGAI PAKAN TERNAK DI INDONESIA

 
Oleh: Boy Ilham Z. P.


 ABSTRAK
Indonesia memilki sumber pakan yang sangat berpotensi digunakan sebagai bahan pakan ternak, baik ruminant maupun unggas. Sudah banyak penelitian yang dilakukan untuk mengetahui seberapa baik kandungan nutrisi Lumpur sawit, teknologi apa saja yang digunakan untuk meningkatkan nilai nutrisinya, level penggunaan Lumpur sawit, pengaruhnya terhadap ternak. Kandungan Nutrisi Lumpur sawit yang tidak begitu tinggi dan kaya kadar serat menyebabkan perlunya teknologi dalam pengolahan Lumpur sawit, diantarnya melalui pembuatan pakan blok, ammoniasi dan fermentasi. Lumpur sawit dapat digunakan untuk pakan Unggas dan juga ruminansia dalam batas/level tertentu. pemberian Lumpur sawit fermentasi dapat digunakan sampai level 10% dalam ransum ayam broiler dan tidak menimbulkan pengaruh berbeda nyata terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot hidup, konversi ransum dan persentase karkas. Untuk ayam kampung juga dapat digunakan sampai level 10%, tetapi pada itik yang sedang tumbuh dapat digunakan sebanyak 15%. lumpur minyak sawit kering dapat digunakan sebagai sumber nutrisi untuk ternak Ruminansia karena mengandung protein kasar dan energi yang cukup tinggi dan dapat menggantikan dedak padi sampai tingkat 60% dalam ransum ternak dengan hijauan lapangan sebagai ransum basal. Lumpur minyak sawit  kering dapat digunakan sebagai pengganti dedak padi dampai 100% pada sapi perah yang sedang tumbuh, dinilai dari responnya terhadap pertambahan bobot hidup.
Kata Kunci: Lumpur Minyak Sawit, Potensi , Pakan.

Saturday, June 4, 2011

PEMANFAAT LUMPUR SAWIT SEBAGAI PAKAN UNGGAS


Oleh : Supratman Waras S


 ABSTRAK
Lumpur sawit (LS) merupakan salah satu produk samping pengolahan minyak kelapa sawit Dalam pemanfaatan bahan pakan yang belum umum digunakan, harus memperhatikan beberapa hal, seperti: jumlah ketersediaan, kandungan zat gizi, kemungkinan adanya faktor pembatas seperti zat racun atau zat-zat anti-nutrisi serta perlu tidaknya bahan tersebut diolah sebelum dapat digunkan sebagai pakan ternak, yaitu dengan tekhnologi fermentasi ini adalah membiakan mikroorganisme terpilih pada media lumpur sawitdengan kondisi tertentu sehingga mikroorganisme tersebut dapat berkembang dan mereubah komposisi kimia media tersebut menjadi bernilai gizi lebih baik. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui pemanfaatan produk lumpur sawit terfermentasi sebagai pakan unggas. pemberian produk fermentasi lumpur sawit dalam ransum itik sedang tumbuh hingga 15% tidak menyebabkan gangguan terhadap pertumbuhan maupun persentase karkas yang dihasilkan berbeda halnya dengan ayam kampung dan ayam broiler hanya dapat digunakan sebanyak 10 %, Pemberian produk fermentasi yang lebih banyak (15%) sudah menyebabkan penurunan pertumbuhan, diduga karena banyaknya asam nukleat (RNA) yang dikonsumsi yang berasal dari sel mikroorgasnisme di dalam produk terfermentasi.
Kata Kunci, Lumpur sawit, Fermentasi, pakan unggas

PEMANFAATAN LIMBAH INDUSTRI (ONGGOK) SEBAGAI PAKAN UNGGAS

Oleh : Supratman Waras S
ABSTRAK
Dalam  rangka  meningkatkan  ketersediaan  bahan  pakan  ternak  yang  berkualitas,  serta  mendukung peningkatan produksi peternakan untuk memenuhi kebutuhan akan protein hewani, serta meningkatkan ketahanan pangan nasional dengan meningkatnya populasi dari nutrisi yang lebih baik. Penggunaan onggok sebagai pakan ternak dihadapkan pada beberapa kendala, antara lain rendahnya nilai gizi (protein) dan masih tingginya kandungan sianida, untuk itu dicari teknik pengolahan yang dapat mening-katkan kandungan nutrisi dan menurunkan kandungan zat antinutrisi pada onggok. Melalui teknologi fermentasi suatu upaya dilakukan dengan cara meningkatkan kualitas hasil ikutan agro-industri seperti onggok. Salah satu teknologi altematif untuk dapat memanfaatkan onggok sebagai bahan baku pakan ternak adalah dengan cara mengubahnya menjadi produk yang berkualitas, yaitu melalui proses fermentasi Setelah fermentasi kadar protein onggok meningkat dari sekitar 2,2 menjadi sekitar 18,6%. Produk yang dihasilkan diujicobakan pada berbagai jenis unggas. Penggunaan campuran  onggok dan ampas tahu fermentasi 30 % (RD) memberikan produksi terbaik, berat telur tertinggi dan konversi ransum terendah Hasil ujicoba ,onggok terfermentasi sampai dengan 10% dapat digunakan dalam formulasi pakan ayam pedaging. Dan terhadap persentase bobot karkas, bobot hati dan rempela juga tidak ada perbedaan yang nyata. Namun, pemberian lebih tinggi dari 10%, perlu pengkajian lebih lanjut. Sebab pada penelitian sebelumnya pernah dilaporkan bahwa, penggunaan cassapro ubikayu, lebih dari 10% dapat menimbulkan dampak negatif, baik terhadap pertambahan bobot badan maupun konversi pakan.
Kata kunci : onggok, fermentasi, pakan unggas

Friday, June 3, 2011

SISTEM INTEGRASI TERNAK DENGAN TANAMAN PERKEBUNAN

ANDI ISHAK


1.   Abstrak
Integrasi sapi dengan kelapa sawit merupakan suatu sistem usahatani tanaman – ternak yang potensial dikembangkan di Indonesia karena didukung oleh luas pertanaman kelapa sawit sekitar 7 juta hektar dan kesesuaian adaptasi ternak sapi yang baik. Kebutuhan daging sapi yang sampai saat ini belum swasembada dan sebagian masih diimpor dapat ditingkatkan populasi dan produktivitasnya melalui integrasi dengan perkebunan kelapa sawit. Integrasi ini juga dapat meningkatkan efisiensi usaha pada perkebunan kelapa sawit. Sinergi positif yang dapat dicapai dari integrasi sapi dengan kelapa sawit adalah dapat menjamin suplai pakan bagi ternak sapi, penghematan penggunaan pupuk anorganik bagi tanaman kelapa sawit dan penghematan tenaga kerja dalam pengangkutan TBS kelapa sawit dan tenaga pencari rumput untuk pakan sapi. Dengan adanya integrasi, permasalahan limbah ternak sapi dan limbah kegiatan agribisnis kelapa sawit bukan saja dapat dikurangi atau dihilangkan sama sekali, namun juga memberikan nilai tambah bagi seluruh pelaku usaha. Usahatani integrasi ternak sapi dengan kelapa sawit ke depan juga dapat menyehatkan lahan-lahan pertanian melalui pengembangan penggunaan pupuk organik dan dapat meningkatkan nilai tambah produk CPO sebagai produk organik yang ramah lingkungan.
 Kata kunci: Integrasi, Sapi, Kelapa Sawit.

Pemanfaatan Lumpur Sawit Fermentasi dengan Aspergillus niger dalam ransum ayam broiler

Oleh:  Astria Palinka
 
 ABSTRAK
 Ayam broiler merupakan jenis ayam penghasil daging yang unggul karena selain pertumbuhannya cepat dengan masa pemeliharaan yang relatif singkat juga memiliki daging yang empuk dengan kandungan gizi yang tinggi. Dewasa ini permintaan akan daging meningkat karena urbanisasi, perkembangan nutrisi dan penghasilan yang tinggi. Bobot badan ayam broiler sangat tergantung dari bahan pakan yang dikonsumsinya, sehingga dibutuhkan pakan yang berkualitas. Harga pakan yang cukup tinggi membuat peternak kesulitan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat saat ini. Salah satu upaya yang dilakukan untuk menekan biaya ransum adalah dengan memanfaatkan sumber bahan pakan non kovensial seperti lumpur  sawit. Namun karena nilai gizi lumpur sawit yang rendah maka dilakukan sentuhan tehnologi seperti fermentasi untuk meningkatkan nilai gizinya. Salah satu inokulum yang baik digunakan untuk fermentasi adalah kapang Aspergillus niger. Lumpur sawit fermentasi (LSF) dengan Aspergillus niger Mampu meningkatkan nilai protein kasar dan menurunkan kandungan serat kasar. selain itu penggunaan LSF dapat digunakan sampai taraf 10% tanpa memberikan pengaruh negatif terhadap pertumbuhan dan performans ayam pedaging.
 Kata Kunci : Ayam broiler, lumpur sawit, Aspergillus niger.

Thursday, June 2, 2011

PEMANFAATAN AMPAS TAHU PADA UNGGAS


Oleh : Misnadi


 

Abstak
Ransum merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produksi. Biaya yang dikeluarkan untuk pemberian ransum adalah 70% dari total biaya produksi (Listiyowati dan Roospitasari, 1992) Usaha untuk menekan biaya makanan adalah mencari bahan makanan yang tidak bersaing dengan manusia, harganya murah, memiliki nilai gizi yang cukup tinggi, tersedia secara kontinyu, disukai ternak serta tidak membahayakan bagi ternak yang memakannya (Sulistiowati (1995) Ampas tahu adalah salah satu bahan yang dapat digunakan sebagai bahan penyusun ransum Dalam pemanfaatan bahan pakan yang belum umum digunakan, harus memperhatikan beberapa hal, seperti: jumlah ketersediaan, kandungan zat gizi sehingga perlu diolah sebelum digunkan sebagai pakan ternak, yaitu dengan tekhnologi fermentasi. pemberian ransum yang mengandung tepung ampas tahu 30% dengan kandungan serat kasar ransum 87% masih menghasilkan pertambahan bobot badan yang tidak berbeda denganransum kontrol.
Kata kunci: Ampas Tahu, Pakan Unggas, Terfermentasi

Pengaruh Pemberian Ampas Teh (Camellia sinensis) Fermentasi dengan Aspergillus niger pada Ayam Broiler

Oleh : Wahyuti Dwi Ningsih 

 ABSTRAK
            Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh penggunaan ampas the fermentasi dengan Aspergillus niger dalam ransom terhadap pertambahan bobot hidup, efisiensi penggunaan protein serta persentase karkas pada ayam broiler. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan ternak percobaan sebanyak 100 ekor anak ayam umur satu hari dan dibagi menjadi lima perlakuan ransom dan empat ulangan. Kelima perlakuan ransom disusun berdasarkan tingkat penggunaan ampas teh produk fermentasi, yaitu  : RO (0.0%), R1 (2,5%), R2 (5,0%), R3 (7,5%) dan R4 (10,0%). Hasil penelitian menunjukka R1 (2,5% ampas teh fermentasi) merupakan ransom yang memberikan pengaruh paling baik terhadap semua parameter yang diukur. Penggunaan tepung ampas teh produk fermentasi sampai taraf 7,5% dapat direspon secara positif oleh ayam broiler, sedangkan peggunaannya pada taraf 10,0% dapat menurunkan pertambhan bobot hidup (PBH), ttapi masih mempunyai nilai efisien protein dan persentase karkas yang setara dengan R0 (ransom control).
 Kata Kunci : Ampas Teh fermentasi, PBH, Efisiensi protein, Karkas, Broiler

Wednesday, June 1, 2011

RESPON AYAM BROILER TERHADAP PEMBERIAN RANSUM YANG MENGANDUNG LUMPUR SAWIT

SYARLI RAMAYANI  (EIC006026)

 ABSTRAK
Sampai saat ini, Indonesia masih mengimpor bahan pakan seperti jagung dan bungkil kedelai untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Jumlah impor ini terus meningkat sesuai dengan peningkatan kebutuhan akan produk peternakan. Dilain pihak, Indonesia memiliki bahan pakan lokal yang belum lazim dimanfaatkan. Salah satu diantaranya adalah lumpur sawit yang merupakan limbah pengolahan minyak sawit. Pada tahun 2001, produksi lumpur sawit (kering) diperkirakan sebanyak 632.570 ton dan jumlah ini akan terus meningkat sejalan dengan peningkatan produksi minyak sawit. Beberapa peneliti telah melaporkan bahwa lumpur sawit dapat digunakan sebagai bahan pakan untuk ternak sapi, domba, babi dan unggas.
Lumpur sawit mengandung serat kasar yang tinggi dan kecernaan gizi yang rendah sehingga penggunaannya untuk pakan unggas sangat terbatas. Proses fermentasi ternyata dapat meningkatkan kadar protein, asam amino dan energi termetabolis (TME) serta menurunkan kadar serat lumpur sawit. Pengujian biologis menunjukkan bahwa produk fermentasi lumpur sawit dapat digunakan hingga 10% di dalam ransum ayam broiler dan ayam kampung, tetapi di dalam ransum itik sedang tumbuh dapat digunakan sebanyak 15%.
 Kata kunci : Broiler,fermentasi lumpur sawit.

POTENSI LIMBAH BULU UNGGAS SEBAGAI PAKAN TERNAK

Oleh: Supratman Waras


Abstrak
Bulu ayam berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai sumber protein pakan alternatif pengganti sumber protein konvensional seperti bungkil kedele dan tepung ikan. Bulu-bulu itu dapat pula dimanfaatkan untuk makanan ternak (ruminansia, non ruminansia dan unggas). Jumlah ayam yang dipotong terus meningkat dari tahun ke tahun sehingga bulu ayamyang dihasilkan juga meningkat dan sekaligus menimbulkan permasalahan apabila tidak dikelola dengan baik. metode pengolahan untuk meningkatkan nilai nutrisi bulu unggas yaitu, perlakuan fisik dengan pengaturan temperatur dan tekanan, secara kimiawi dengan penambahan asam dan basa (NaOH, HCL), secara enzimatis dan biologis dengan mikroorganisme dan kombinasi ketiga metode tersebut. Bulu ayam mengandung protein kasar yang cukup tinggi, yakni 80-91 % dari bahan kering (BK), Tingkat kecernaan bahan kering dan bahan organik bulu ayam secara in vitro masing-masing hanya 5,8 % dan 0,7 %. Uji biologis penggunaan tepung bulu ayam sebagai pengganti sumber protein pakan konvensional (bungkil kedelai) hingga taraf 40 % dari total protein ransum memberikan respons sebaik ransum control untuk domba dan perlakuan campuran bulu ayam, Ca-PUFA, Mg-PUFA (mineral makro organik) dan Zn, Cu, Se, dan Cr, lisinat (mineral mikro organik) dapat meningkatkan kecernaan bahan organik, energi, pertambahan bobotbadan, dan efisiensi ransum untuk kambig peranakan Etawah jantan. Bulu ayam yang diolah dengan NaOH dapat dipakai sampai level 15 % (75 % pengganti tepung ikan) dalam ransum broiler. Hal ini dilihat dari konsumsi ransum, PBB, dan konversi ransum yang sama dengan ransum tanpa bulu ayam.
Kata kunci: tepung bulu ayam, potensi, pakan ternak.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...