Saturday, June 4, 2011

PEMANFAATAN LIMBAH INDUSTRI (ONGGOK) SEBAGAI PAKAN UNGGAS

Oleh : Supratman Waras S
ABSTRAK
Dalam  rangka  meningkatkan  ketersediaan  bahan  pakan  ternak  yang  berkualitas,  serta  mendukung peningkatan produksi peternakan untuk memenuhi kebutuhan akan protein hewani, serta meningkatkan ketahanan pangan nasional dengan meningkatnya populasi dari nutrisi yang lebih baik. Penggunaan onggok sebagai pakan ternak dihadapkan pada beberapa kendala, antara lain rendahnya nilai gizi (protein) dan masih tingginya kandungan sianida, untuk itu dicari teknik pengolahan yang dapat mening-katkan kandungan nutrisi dan menurunkan kandungan zat antinutrisi pada onggok. Melalui teknologi fermentasi suatu upaya dilakukan dengan cara meningkatkan kualitas hasil ikutan agro-industri seperti onggok. Salah satu teknologi altematif untuk dapat memanfaatkan onggok sebagai bahan baku pakan ternak adalah dengan cara mengubahnya menjadi produk yang berkualitas, yaitu melalui proses fermentasi Setelah fermentasi kadar protein onggok meningkat dari sekitar 2,2 menjadi sekitar 18,6%. Produk yang dihasilkan diujicobakan pada berbagai jenis unggas. Penggunaan campuran  onggok dan ampas tahu fermentasi 30 % (RD) memberikan produksi terbaik, berat telur tertinggi dan konversi ransum terendah Hasil ujicoba ,onggok terfermentasi sampai dengan 10% dapat digunakan dalam formulasi pakan ayam pedaging. Dan terhadap persentase bobot karkas, bobot hati dan rempela juga tidak ada perbedaan yang nyata. Namun, pemberian lebih tinggi dari 10%, perlu pengkajian lebih lanjut. Sebab pada penelitian sebelumnya pernah dilaporkan bahwa, penggunaan cassapro ubikayu, lebih dari 10% dapat menimbulkan dampak negatif, baik terhadap pertambahan bobot badan maupun konversi pakan.
Kata kunci : onggok, fermentasi, pakan unggas

 PENDAHULUAN
Onggok merupakan limbah padat agro industri pembuatan tepung tapioca yang dapat dijadikan sebagai media fermentasi dan sekaligus sebagai pakan ternak. Onggok dapat dijadikan sebagai sumber karbon dalam suatu media karena masih banyak mengandung PATI(75 %) yang tidak terekstrak, tetapi kandungan protein kasarnya rendah yaitu, 1.04 %berdasarkan bahan kering. Sehingga diperlukan tambahan bahan lain sebagai sumber nitrogen yang sangat diperlukan unmtuk pertumbuhan pakan (Nuraini et al.2007) Media fermentasi dengan kandungan nutrient yang seimbang diperlukakan untuk menunjang kapang lebih maksimal dalam memproduksi β karoten sehingga dihasilkan suatu produk fermentasi yang kaya β karoten.
Penggunaan onggok untuk bahan baku penyusunan pakan ternak masih sangat terbatas, terutama untuk hewan monogastrik. Hal ini disebabkan kandungan proteinnya yang rendah disertai dengan kandungan serat kasarnya yang tinggi (lebih dari 35%).
Dengan proses bioteknologi dengan teknik fermentasi dapat meningkatkan mutu gizi dari bahan-bahan yang bermutu rendah. Misalnya, produk fermentasi dari umbi ubikayu (Cassapro/ Cassava protein tinggi), memiliki kandungan protein 18-24%, lebih tinggi dari  bahan  asalnya  ubikayu,  yang  hanya  mencapai 3%.  Demikian  juga,  onggok terfermentasi juga memiliki kandungan protein tinggi yakni 18% dan dapat digunakan sebagai bahan baku ransum unggas.
 PEMBAHASAN
Penggunaan onggok sebagai pakan ternak dihadapkan pada beberapa kendala, antara lain rendahnya nilai gizi (protein) dan masih tingginya kandungan sianida, untuk itu dicari teknik pengolahan yang dapat mening-katkan kandungan nutrisi dan menurunkan kandungan zat antinutrisi pada onggok. Melalui teknologi fermentasi dengan Aspergillus niger diharapkan akan meningkatkan nilai gizi (yang dicarikan antara lain dengan meningkatnya kandungan protein kasar) dan menurunkan kandungan zat antinutrisi HCN pada onggok terolah. Menurut Supriyati  (2003), sebelum difermentasi onggok tersebut harus dikeringkan terlebih dahulu, sampai kadar airnya maksimal 20% dan selanjutnya digiling. Untuk setiap 10 kg bahan baku pakan dibutuhkan 80 gram kapang A. niger dan 584,4 gram campuran mineral anorganik. Sedang  untuk  preparasinya  adalah  sebagai  berikut:   10  kg  onggok  kering  giling dimasukkan ke dalam baskom besar (ukuran 50 kg). Selanjutnya ditambah 584,4 gram campuran mineral dan diaduk sampai rata. Kemudian ditambah air hangat sebanyak delapan liter, diaduk rata dan dibiarkan selama beberapa menit. Setelah agak dingin ditambahkan 80 gram A. niger dan diaduk kembali. Setelah rata dipindahkan ke dalam baki plastik dan ditutup. Fermentasi berlangsung selama empat hari. Setelah terbentuk miselium yang terlihat seperti fermentasi tempe, maka onggok terfermentasi dipotong-potong,  diremas-remas  dan  dikeringkan  dalam  oven  pada  suhu 60  derajat  C  dan selanjutnya digiling
Onggok yang telah difermrntasi  dianalisa  kandungan  nutriennya,  antara  onggok  dan  onggok  terfermentasi berbeda. Yaitu, kandungan protein kasar dan protein sejati, masing-masing meningkat dari 2,2 menjadi 18,4%. Sedang karbohidratnya menurun dari 51,8 menjadi 36,2% Sementara kandungan serat kasar onggok terfermentasi cenderung menurun. (Tabel1). Hal  ini  terjadi  karena  selama  fermentasi,  kapang  A.  niger  menggunakan  zat  gizi (terutama karbohidrat) untuk pertumbuhannya. Dan kandungan protein meningkat dari 2,2 menjadi 18,4%, dengan menggunakan urea dan ammonium sulfat sebagai sumber nitrogen.
Tabel 1. Komposisi gizi onggok
Gizi Tanpa ferementasi (%BK) Fermentasi (% BK)
Protein kasar 2,2 18,6
Karbohidrat 51,8 36,2
Abu 2,4 2,6
Serat Kasar 10,8 10,46

Hasil penelitian Tabrany S, dkk menunjukkan bahwa fermentasi onggok dengan Aspergillus niger sampai 4 minggu secara statistik sangat nyata (p<0,01) meningkatkan kandungan protein kasar onggok terolah dan menurunkan (p<0,01) kandungan HCN onggok terolah serta cenderung meningkatkan kandungan GE onggok terolah.
 Sabrina et al (2008) telah mencoba memberikan campuran  onggok dan ampas tahu fermentasi 30 % (RD) memberikan produksi terbaik, berat telur tertinggi dan konversi ransum terendah  dibanding dengan perlakuan  perlakuan lainya  (Tabel 2)
 Tabel 2. Performa Ayam Dan Kualitas Telur yang Menggunakan Ransum Mengandung Onggok Fermentasi Dengan N.Crassa
Performa Ransum Perlakuan SE
RA RB RC RD
Konsumsi ransum (g/ekor/hari) 112.01B 112.50B 114.02A 114.79A 1.01
Produksi Hen Day  (%) 65.51D 67.94C 69.12B 71.40A 1.04
Bobot Telur (g/butir) 61.21B 63.07B 67.22A 67.78A 1.07
Massa Telur (g/ekor/hari) 39.61D 40.86C 43.73B 48.40A 1.23
Konversi Ransum (g/hari) 2.85D 2.76C 2.62B 2.55A 1.14
Warna kuning Telur 8.40D 9.00C 10.00B 10.60A 0.23
Kolesterol (mg/100g) 207.20A 175.40B 143.40C 117.80 3.73
 Dari penelitian lainya penggunaan  onggok  fermentasi  sampai  dengan  10%  dalam formulasi  pakan  ayam pedaging masih aman dan tidak menimbulkan dampak negatif. Artinya aman untuk dikonsumsi oleh ayam. Dan dapat meningkat produksinya masing-masing 9,7% dan 30,9%. Bobot telur juga meningkat pada ayam yang memperoleh ransum onggok terfermentasi (Tabel 2)
 Tabel 3. Pengaruh Penggunaan Onggok Terfermentasi dalam Ransum terhadap Kualitas  Telur.
Parameter Tanpa Onggok Terfermrntasi Dengan Onggok Terfermentasi
Jumlah Telur (butir) 10.00 10-.00
Bobot Telur (g) 39.60 42.78
Nilai Warna Kuning 6.50 6.00
Haught Unit 97.20 88.55
Tebal Kerabang 0.36 0.38
 Pada  percobaan  di  Balai  Penelitian  Ternak  Balitnak),  digunakan 144  ekor  ayam pedaging umur tiga hari, dibagi menjadi tiga kelompok perlakuan. Masing-masing perlakuan (P1,  P2  dan  P3)  diberi  formula  pakan  dengan  tiga  tingkatan  onggok terfermentasi yang berbeda. Yaitu, P1: 0% (kontrol), P2: 5,0% dan P3: 10,0% (onggok terfermentasi) dalam pakan. Namun kandungan protein kasar dari ransum tersebut telah diperhitungkan dan untuk tiap-tiap formula adalah sebagai berikut: P1:  20,7%, P2: 21,04% dan P3: 21,05%. Percobaan dilakukan selama empat minggu.
Sedang pertambahan  bobot  badan  dari  kelompok  ayam  yang  memperoleh  pakan  onggok terfermentasi 10% (P3) sebesar 960 gram. Dan ini tidak berbeda nyata dengan kelompok ayam P2 (5% onggok terfermentasi). Pada kedua pertakuan (P2 dan P3), juga tidak berbeda nyata dengan kelompok kontrol (0% onggok terfermentasi), yang mempunyai bobot hidup sebesar 988 gram. Konsumsi pakan juga tidak berbeda antar perlakuan dan selama perlakuan konsumsi pada kel. P1, P2 dan P3, masing-masing adalah 1882, 1912 dan 1869 gram. Sedang untuk nilai konversi pakan adalah 1,90 untuk semua perlakuan.
Dengan demikian, maka onggok terfermentasi sampai dengan 10% dapat digunakan dalam formulasi pakan ayam pedaging. Dan terhadap persentase bobot karkas, bobot hati dan rempela juga tidak ada perbedaan yang nyata.
Namun, pemberian lebih tinggi dari 10%, perlu pengkajian lebih lanjut. Sebab pada penelitian sebelumnya pernah dilaporkan bahwa, penggunaan cassapro ubikayu, lebih dari 10% dapat menimbulkan dampak negatif, baik terhadap pertambahan bobot badan maupun konversi pakan.
KESIMPULAN
Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa, mutu onggok dapat ditingkatkan sebagai bahan baku pakan sumber protein, yang pemanfaatannya dapat dikembangkan pada  tingkat  peternak.  Bila  ditinjau  dari  aspek  kandungan  proteinnya,  maka kemungkinan ke depan, penggunaan onggok terfermentasi untuk pakan unggas memiliki prospek yang baik dan diharapkan dapat menggantikan jagung/dedak atau polard. Pengguna onggok terfermentasi   dalam   ransum   memberikan  efesiensi produksi yang lebih baik dan biaya produksi  lebih  rendah.
DAFTAR PUSTAKA
http://acadstaff.ugm.ac.id/profile_dosen_4.php?rand=MTMxNDcxNDg1
http://markusti.multiply.com
http://markustri.multiply.com/photos/album/17/Onggok_Ongok_Ampas_Tapioka
http://markustri.multiply.com/photos/album/17/Onggok_Ongok_Ampas_Tapioka
 ht tp://pemulungilmudankreasi.wordpress.com/
 http://wanipintar.blogspot.com/2009/09/pengaruh-penggunaan-onggok-yang.html
 http://www.pustaka-deptan.go.id/publikasi/wr246027.pdf
http://onlinebuku.com/2009/01/02/pemanfaatan-onggok-fermentasi-sebagai-pakan-ternak/
Nuraini, Sabrina & S.A. Latif 2008. Peforma Ayam dan Kualitas Telur yang Menggunakan Ransum Mengandung Onggok Fermentasi dengan Neurospora Crassa. Media Peternakan. Universitas Andalas: 195-201
Sinurat,   a.p.,   p.   Setiadi,   a.   Lasmini,   a.r.Setioko, t. Purwadaria, i.p. Kompiang dan J.    Darma.  1995.   Penggunaan   Cassapro (Singkong Terfermentasi) untuk Itik Petelur. Ilmu dan Peternakan 8(2): 28-31
Supriati, DKK 2004, Onggok Terfermentasi Sebagai Bahan Baku Pakan ayam Kampung Petelur. Balai Penelitian Ternak. Malangbong Garut: 82-85

6 comments:

Anonymous said...

Kopi ya papernya

LIVESTOCK said...

okey. silahkan dimanfaatkan.

fiby kurniawan said...

Artikel yang amat baik

DIAH KASMIRAH said...

Wahhh...artikel yang cukup menarik, tepung onggok merupakan salah satu bahan pakan yang dimanfaatkan dari bahan dasar utamanya ubi. kita ketahui bahwa banyak sekali manfaaat ubi kayu sebagai pakan ternak baik ruminansia maupun unggas dan dalam berbagai macam bentuk olahan. salah satu diantaranya onggok yang difermentasikan yang ternyata mampu meningkatkan kadar protein dari sekitar 2,2 menjadi sekitar 18,6%. angka yang cukup signifikan dan jauh meningkat.Ternyata hasil onggok yang difermentasikan lebih mempunyai nilai protein dibanding tanpa perlakuan. Ini sangat bermanfaat untuk kedepannya, karena merupakan salah satu prospek yang baik untuk dikembangkan mengingat harga pakan yang mengandung kaya akan protein cukup mahal dan tinggi. Demi menunjang kebutuhan protein bagi ternak yang semakin banyak diminati masyarakat banyak maka tidak salahnya onggok dijadikan salah satu pakan alternatif yang dapat digunakan untuk efisiensi biaya pakan...

Unknown said...

semoga dengan membaca beberapa paper yang ada di blog ini,kita mahasiswa peternakan unib dapat mengembangkan Onggok/limbah Industri yang terkesan tidak baik/kotor menjadi pakan unggas yang mempunyai kadar protein yang relatif tinggi.

dori nuringgani pratama E1C011093 said...

artikel yang sangat bagus pak ,,,saya setuju pak dengan artikel ini bahwa onggok atau limbah industri lain nya dapat dipermenatsi menjadi bahan pakan ternak unggas maupun ternak ruminasia ,,
zat bergizi yg tergandung dalam onggok juga termasuk baik dan banyak

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...