Tuesday, June 7, 2011

UPAYA PENGEMBANGAN DAN PENINGKATAN PRODUKTIVITAS TERNAK KAMBING DENGAN PEMANFAATAN LIMBAH PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

Oleh :Bobby Damsir

 Abstrak
Industri pengolahan minyak kelapa sawit menghasilkan produk utama berupa minyak sawit dan produk ikutan seperti lumpur minyak sawit, bungkil inti sawit, dan serat sawit. Limbah dari perkebunan dan pabrik sawit mempunyai potensi yang patut diperhitungkan. Potensi teresbut ada pada Bungkil Inti Sawit, Lumpur sawit, dan pelepah sawit. Penggunaan limbah dan hasil ikutan perkebunan kelapa sawit berupa daun sawit, lumpur sawit dan bungkil inti sawit dapat digunakan sebagai pakan alternatif yang cukup potensial sampai pada tingkat 60-70 % untuk kambing melalui pengolahan dan penambahan bahan pelengkap. Fermentasi Lumpur minyak sawit dengan menggunakan ragi tempe sampai dengan empat hari mampu meningkatkan nilai total Digestable nutrient (TDN) pada kambing jantan
 Kata kunci: Limbah sawit, kambing, pengembangan, produktivitas.

1.    Pendahuluan

Produktivitas ternak dipengaruhi oleh faktor lingkungan sampai 70% dan faktor genetik hanya sekitar 30%. Diantara faktor lingkungan tersebut, aspek pakan mempunyai pengaruh paling besar sekitar 60%. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun potensi genetik ternak tinggi, namun apabila pemberian pakan tidak memenuhi persyaratan kuantitas dan kualitas, maka produksi yang tinggi tidak akan tercapai. Disamping pengaruhnya yang besar terhadap produktivitas ternak, faktor pakan juga menentukan  biaya produksi  dalam usaha peternakan. Biaya pakan ini dapat mencapai 60-80% dari keseluruhan biaya produksi. Pakan utama ternak ruminansia adalah hijauan yaitu sekitar 60-70% (Mariyono,2007).
Menurut Doyle et al. (1986),pada masa pertumbuhan hewan memerlukan nutrisi yang cukup tinggi untuk perkembangan jaringan tubuhnya. Disamping itu kulaitas pakan harus benar-benar diperhatikan karena kulaitas pakan yang rendah dapat menyebabkan pertumbuhan ternak terhambat
Pakan kambing terdiri dari 2 jenis yakni hijauan sebagai pakan utama dan penguat (konsentrat) (Riyadi, 2008). Pemberian pakan berupa hijauan seperti rumput lapang dal limbah pertanian saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan ternak karena kulaitas hijauan pakan ternak adalah rendah dengan kandungan dinding sel yang tinggi (Tomaszewska et al., 1993).Sebagai langkah untuk mengatasi kondisi tersebut, maka perlu adanya suplementasi melalalui ransum atau konsentrat. Namun penggunaan konsentrat menyebabkan bertambahnya biaya yang harus dikeluarkan petani/peternak.  Untuk menekan biaya ransum, pemberian konsentrat dapat dikombinasikan dengan bahan pakan limbah agroindustri potensial setempat. Pemanfaatan bahan pakan setempat dapat menggantikan konsentrat komersial s.d 75 persen. Penggunaan konsentrat murah lebih dianjurkan untuk pengembangan sapi potong di wilayah potensial bahan pakan limbah pertanian atau agroindustri pertanian berkualitas rendah, seperti limbah indistri dan perkebunan kelapa sawit.
Industri pengolahan minyak kelapa sawit menghasilkan produk utama berupa minyak sawit dan produk ikutan seperti lumpur minyak sawit, bungkil inti sawit, dan serat sawit. Sementara ini, serat sawit dimanfaatkan pabrik untuk pemanasan ketel (boiler). Produk utama dan produk ikutannya dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak (Aritonang, 1986; Sinurat et al, 2004).

2.    Pentingnya pengembangan dan peningkatan produktivitas

Pentingnya upaya pengembangan dan peningkatan produktivitas ternak kambing karena peluang bagi pengembangan secara nasional pada dasarnya cukup tinggi, terdapat berbagai indikator baik teknis, biologis, social maupun ekonomi yang kondusif bagi usaha produksi . Teknologi budidaya kambing pada prinsipnya mudah diadopsi, dan secara biologis kambing memiliki beberapa keunggulan komparatif dibandingkan dengan ruminansia lain seperti kemampuan untuk beradaptasi terhadap kondisi nutrisi dan klimat yang kurang menguntungkan.
Kambing sering menjadi pilihan prioritas dalam berbagai acara keagamaan dan sosial, sehingga tidak selamanya dapat digantikan oleh jenis ternak lain. Dengan jumlah penduduk yang besar dan kecenderungan perekonomian yang semakin baik, maka elastisitas permintaan daging yang tinggi seharusnya menjadi salah satu faktor penting pendorong produksi kambing nasional (Ginting,2006).
Makka (2004) dalam Ginting (2006) mengemukakan bahwa pada saat ini,  dibutuhkan ternak kambing sekitar 5,6 juta ekor per tahun untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri  . Disamping itu, terdapat peluang pasar ekspor yang besar terutama ke negara Brunei Darusalam, Malaysia dan Arab Saudi yang belum dirnanfaatkan secara maksimal .

3.    Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan ternak kambing

Namun, dengan segala peluang yang telah ada, perkembangan populasi kambing saat ini mencapai 12,5 juta ekor (Makka, 2004 dalam Ginting 2006), ternyata hanya meningkat sebesar 4,53% dalam beberapa tahun terakhir (1997 – 2003) . Bahkan Jasmal et al . (2004) dalam Ginting (2006)  melaporkan bahwa, pada kurun waktu 1997 – 2001 yang lalu terjadi laju penurunan pertumbuhan sebesar 2,89% per tahun . Tingkat perkembangan populasi yang relatif stagnan mi dapat disebabkan oleh kendala teknis seperti angka kematian anak yang relatif tinggi (25 – 35%), pemotongan betina yang masih produktif, dan besarnya keragaman mutu genetik. Kemungkinan penyebab penting lain adalah tipe usaha yang bersifat sambilan dengan skala usaha kecil, akibat keterbatasan modal maupun lahan untuk pengembangan usaha . Penyebaran kambing yang   sebagian terbesar berada di Pulau Jawa (57%) dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi dapat menjadi kendala penting dalam mendorong ekspansi usaha ke arah skala ekonomis atau komersial . Kondisi ini menuntut upaya pengembangan system produksi alternatif yang memungkinkan pemanfaatan secara maksimal potensi ketersediaan lahan yang masih luas serta daya dukung pakan yang tinggi

4.    Upaya yang dilakukan

Dengan luas areal kebun kelapa sawit yang mencapai 4,2 juta ha (Direk’torat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2002), dan diperkirakan akan terus meningkat mengingat pentingnya peranan minyak kelapa sawit sebagai salah satu sumber minyak nabati dunia, maka sistem usaha perkebunan kelapa sawit merupakan potensi yang sangat besar bagi pengembangan usaha ternak kambing secara integrative (Ginting 2006). Selaian karena luasan lahan perkebunan yang semakin luas, ternyata limbah dari perkebunan dan pabrik sawit mempunyai potensi yang patut diperhitungkan. Potensi teresbut ada pada Bungkil Inti Sawit, Lumpur sawit, dan pelepah sawit.

Bungkil Inti Sawit

Bungkil Inti Sawit (BIS) adalah hasil samping proses ekstraksi minyak dari daging buah sawit setelah tempurungnya dibuka. BIS mirip bahan pakan yang cukup populer, terutama feedlot, karena proteinnya cukup tinggi (sekitar 18%) dan harganya relatif murah (Hidayat et al. , 2007). Bungkil inti sawit memiliki kandungan nutrisi, yaitu : Bahan Kering 91,8%, Protein Kasar 15,3%, Serat Kasar 15,0%, Ekstrak Eter 8,9%, BETN 55,8%, Abu 5,0%, Kalsium 0,20%, Fosfor 0,52%,TDN 65,4% dan Energi 9,80 Mj/Kg (Elisabeth dan Ginting, disitasi Sucipto, 2008). Namun Bungkil inti sawit sifatnya kurang disukai ternak karena kandungan serat kasarnya cukup tinggi. Untuk itu, dalam teknis pemberiannya dicampur dengan jenis pakan lain yang lebih disukai ternak dan lebih efektif bila diberikan ada ternak ruminansia,

Lumpur Minyak Sawit (Solid Ex Decanter)

            Lumpur Minyak Sawit (LMS) merupakan salah satu limbah pengolahan sawit dari sejumlah pabrik pengolahan sawit. Menurut Hidayat et al., (2007) LMS merupakan sumber daya yang cukup potensial sebagai pakan ternak dan tersedia dalam jumlah besar dan relatif tersedia sepanjang waktu. Sinurat et al.. (2004) menyatakan bahwa kandungan protein kasar  LMS kering sekitar 9,6 % – 14, 52%  hampir sama dengan kandungan Protein kasar dedak padi, yaitu 13,3%, dan kandungan lemak  kasarnya 10,4% sementara.nilai Total Digestible Nutrient-nya dilaporkan 74%, lebih tinggi dibandingkan dedak padi yang hanya 70% (Agustin et al., 1991). Oleh karena itu LMS berpotensi digunakan sabagai salah satu bahan konsentrat pakan Kambing.
Hasil penelitian Agustin (1991) menunjukan Lumpur minyak sawit dapat digunakan sebagai pengganti dedak padi dampai 100% pada sapi perah yang sedang tumbuh, dinilai dari responnya terhadap pertambahan bobot hidup kecernaan zat pakan retensi nitrogen dan kadar NH3. Elisabeth dan Ginting (2003) menyatakan bahwa kandungan nutrisi dalam Lumpur minyak sawit adalah sebagai berikut: Bahan Kering 91,1%, Protein Kasar 11,1%, Serat Kasar 17,0%, Ekstrak Eter 12,0%, BETN 50,4%, Abu 9,0% Kalsium 0,70%, Fospor 0,50%, TDN 45,0% dan Energi 6,52  Mj/Kg.

Pelepah Sawit

Pelepah sawit diperoleh dari hasil pemangkasan pada saat panen dilakukan setiap seminggu sekali (secara reguler). Dengan mengandalkan pelepah sawit sebagai pakan (serat), sapi tidak cukup gizi untuk tumbuh dan berkembang, mengingat kandungan protein pelepah sawit sangat rendah (Hidayat et al., 2007). Mathius et al.. (2004) menyatakan bahwa kandungan gizi atas dasar bahan kering pelepah sawit adalah 50,94% Serat Kasar, 3.07% Protein Kasar dan 1.07% Ekstrak Eter. Sucipto (2008), melaporkan  bahwa pakan pelepah mempunyai kandungan bahan kering sebesar 80,97%, protein kasar 3,11% dan gros energi (GE) 3348,43 kal/gram. Sapi muda umur + 1 tahun  dapat memanfaatkan pelepah, solid ex decanter, dan bungkil kelapa sawit dengan fase adaptasi yang cukup lama (+ 3 bulan).

5.    Penerapan teknologi

 Harfiah (2007) menyatakan  bahwa lumpur minyak sawit kering dapat digunakan sebagai sumber nutrisi untuk ternak Ruminansia karena mengandung protein kasar dan energi yang cukup tinggi dan dapat menggantikan dedak padi sampai tingkat 60% dalam ransum ternak dengan hijauan lapangan sebagai ransum basal.
Penelitian lain  melaporkan bahwa fermentasi Lumpur minyak sawit dengan menggunakan ragi tempe sampai dengan empat hari mampu meningkatkan nilai total Digestable nutrient (TDN) pada kambing jantan (Herlina, 1999)
kambing kacang yang diberikan pakan campuran terdiri 50% rumput setaria sebagai pakan basal dan 50% konsentrat menunjukkan bahwa penggunaan LMS baik Amoniasi dan tanpa amoniasi tidak mempengaruhi konsumsi BK rumput, Konsumsi BK konserntrat, total konsumsi BK dan TDN bila dibndingkan dengan konsentrat yang tidak menggunakan LMS Hidayat (2001) dalam Firdawan (2008)
Hidayat et al. (2001) melaporkan kambing Kacang diberi pakan campuran yang terdiri dari 50% rumput Setaria sebagai pakan basal dan 50% konsentrat dengan susunan seperti dalam Tabel 2 di bawah.
Tabel . Susunan pakan untuk masing-masing perlakuan (% BK)
Bahan pakan Perlakuan (pakan)

A B C D
Rumput 50,00 50,00 50,00 50,00
Gaplek 24,00 23,04 26,70 15,00
Dedak padi 24,00 - - 16,87
Lumpur minyak sawit (LMS) - 24,96 - -
LMS ammoniasi - - 22,30 17,13
Urea 1,00 1,00 - -
Mineral 1,00 1,00 1,00 1,00
Total 100,00 100,00 100,00 100,00
Hasil percobaan menunjukkan bahwa penggunaan LMS baik tanpa ammoniasi maupun dengan ammoniasi tidak mempengaruhi konsumsi BK rumput, konsumsi BK konsentrat, total konsumsi BK dan nilai TDN bila dibandingkan dengan konsentrat yang tidak menggunakan LMS. Hal ini menunjukkan bahwa LMS tanpa perlakuan dapat digunakan untuk bahan pakan penyusun ransum, paling tidak sampai batas 24,96% dari total ransum atau sekitar 49,82% dari total konsentrat yang digunakan.
Penggunaan limbah dan hasil ikutan perkebunan kelapa sawit berupa daun sawit, lumpur sawit dan bungkil inti sawit dapat digunakan sebagai pakan alternatif yang cukup potensial sampai pada tingkat 60-70 % untuk kambing melalui pengolahan dan penambahan bahan pelengkap (Batubara, et al., 2003)

6.                Kesimpulan

Produktivitas ternak dipengaruhi oleh faktor lingkungan sampai 70% dan faktor genetik hanya sekitar 30%. Diantara faktor lingkungan tersebut, aspek pakan mempunyai pengaruh paling besar sekitar 60%.Penggunaan konsentrat murah lebih dianjurkan untuk pengembangan kambing potong di wilayah potensial bahan pakan limbah pertanian atau agroindustri pertanian berkualitas rendah, seperti limbah indistri dan perkebunan kelapa sawit.
Industri pengolahan minyak kelapa sawit menghasilkan produk utama berupa minyak sawit dan produk ikutan seperti lumpur minyak sawit, bungkil inti sawit, dan serat sawit. Pentingnya upaya pengembangan dan peningkatan produktivitas ternak kambing karena peluang bagi pengembangan secara nasional pada dasarnya cukup tinggi, terdapat berbagai indikator baik teknis, biologis, social maupun ekonomi yang kondusif bagi usaha produksi Disamping itu, terdapat peluang pasar ekspor yang besar
upaya pengembangan system produksi alternatif yang memungkinkan pemanfaatan secara maksimal potensi ketersediaan lahan yang masih luas serta daya dukung pakan yang tinggi dan potensi yang sangat besar memungkinkan  bagi pengembangan usaha ternak kambing secara integrative melalui pemanfaatan limbah sawit.
Kambing kacang yang diberikan pakan campuran terdiri 50% rumput setaria sebagai pakan basal dan 50% konsentrat menunjukkan bahwa penggunaan LMS baik Amoniasi dan tanpa amoniasi tidak mempengaruhi konsumsi BK rumput, Konsumsi BK konserntrat, total konsumsi BK dan TDN bila dibndingkan dengan konsentrat yang tidak menggunakan LMS
Penggunaan limbah dan hasil ikutan perkebunan kelapa sawit berupa daun sawit, lumpur sawit dan bungkil inti sawit dapat digunakan sebagai pakan alternatif yang cukup potensial sampai pada tingkat 60-70 % untuk kambing melalui pengolahan dan penambahan bahan pelengkap
penggunaan LMS baik tanpa ammoniasi maupun dengan ammoniasi tidak mempengaruhi konsumsi BK rumput, konsumsi BK konsentrat, total konsumsi BK dan nilai TDN bila dibandingkan dengan konsentrat yang tidak menggunakan LMS. Hal ini menunjukkan bahwa LMS tanpa perlakuan dapat digunakan untuk bahan pakan penyusun ransum, paling tidak sampai batas 24,96% dari total ransum atau sekitar 49,82% dari total konsentrat yang digunakan.
 Daftar pustaka
Aritonang, D. 1986. Perkebunan Kelapa Sawit, Sumber Pakan Ternak di Indonesia. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Vol. V. No.4; 93-99
Batubara, Leo P., Simon P. Ginting, Kiston Simanhuruk, Junjungan Sianipar dan Andi Tarigan.__. Pemanfaatan Limbah Dan Hasil Ikutan Perkebunan Kelap Sawit Sebagai Ransum Kambing Potong. Prosiding Seminar nasional: Teknologi Peternakan dan Veteriner 2003. Bogor. pp 106-109.
 Doyle, P. T. , C. Devendra and G. R. Pearce. 1986. Rice strawas a feed for Ruminants. International Development Program of Australian University and College . Canberra.
 Ginting, P.  Simon. 2006. Pengembangan sistem integrasi usaha ternak kambing dengan perkebunan kelapa sawit : kajian berdasarkan ketersediaan pakan dan kebutuhan nutrisi. Wart.4zoa vol. /6 no. 2 th . 2006
Riyadi, Slamet . 2008. http://www.sukoharjo.com/ 5 langkah sukses beternak kambing/ kontribusi dari slamet riyadi
Mariyono dan Endang Romjali. 2007. Petunjuk teknis teknologi inovasi ‘pakan murah’ untuk  saha pembibitan sapi. Badan penelitian dan pengembangan pertanian Departemen pertanian. Pdf.
Hidayat, Soetrisno, E., Akbarillah, T. 2001. Pengaruh Penggunaan Lumpur Minyak Sawit Ammoniasi dalam Pakan Kambing Terhadap Tampilan dan Kecernaan Zat Gizi. Buletin Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Edisi Khusus.
Hidayat, Soetrisno, E., Akbarillah,T. 2007. Produksi ternak Sapi Berbasis Hasil Ikutan Kebun Sawit Melalui Peningkatan Kualitas Pakan, manipulasi Ekosistem Mikrobia Rumen Dan Protein By Pass. Laporan Penelitian Hibah Bersaing . Lembaga Penelitian Universitas Bengkulu.
Hartadi, H., S. Reksohadiprodjo & A.D. Tillman. Tabel Komposisi Pakan Untuk Indonesia. 1997. 4th  Edition. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
NRC, 1994 Nutrient Requirements of Poultry. 9th Revised Edition. National Academy Prees. Washington, D.C.
Sinurat, A. Purwadaria, T. Mathius, I.W., Sitompul, D.M., dan Manurung, B.P. 2004. Integrasi Sapi-Sawit: Upaya Pemenuhan Gizi Sapi dari Produk Samping.Prosiding Seminar nasional: Sistem Integrasi Tanaman Ternak. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan bekerja sama denga BPTP Bali dan Crop-Animal Systems Research Network (CASREN). pp 424-429.
Sucipto, Adi. 2008. Penggunaan Konsentrat Berbasis Lumpur Minyak Sawit, Pelepah Sawit Segar dan Perlakuan Defaunasi Terhadap Kecernaan Nutrisi Pada Sapi Bali. Skripsi jurusan peternakan . Universitas Bengkulu, Bengkulu (tidak dipublikasikan).

12 comments:

Anonymous said...

MARTHA ADITYA GUMAY E1C010054
menurut saya ilmu semacam ini harus lebih dikembangkan lagi, karena ada banyak lagi hal-hal diluar sana yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas suatu ternak.
Peningkatan suatu ternak dapat dilakukan juga dengan peningkatan sumber daya manusia dan sumber daya lingkungan juga.
terima kasih.

visista pratama(E1C010013 said...

menurut pendapat saya dalam penelitian ini hanya melampirkan pendapat atau banyak studi pustaka ,tidak nampak perlakuan atau catatan tersendiri dalam upaya pengembangan berbasis pada membantu juga dampak lingkungan,,

Novita said...

Novita (E1C009018) PTR 09.

Saya setuju bahwa produktivitas ternak dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan genetik.
Dengan adanya initegrasi antara perkebunan dengan ternak akan lebih mudah, murah, dan efisien, sehingga kita dapat keuntungan dua sekaligus baik dari ternaknya maupun dari sawitnya.... hehehe.

fiby kurniawan said...

Mari kita kembangkan dan terapkan program pemelihahan ini dilingkungan masyarakat indonesia, karena kita ketahui masyarakat kita belum banyak menenal sistem pemaliharan ini, dan menunjang dan mendukung program permerintah kita untuk menjadi suasumbadah daging.

karina said...

Artikel yang menarik,mendapatkan 2manfaat sekaligus..!!utk perkebunan dan peternakan sekaligus.

suyanti (E1C009020) said...

SUYANTI (E1C009020)
Menurut saya artikel ini cukup menarik dan diharapkan ada perkembangan lagi. Dasar pemikiran seperti ini dapat salurkan kepada peternak agar pemanfaatannya lebih luas. Dengan demikian peternak dapat memanfaatkan limbah yang selama ini dibuang begitu saja dan mengurangi polusi...

Unknown said...

setelah membaca artikel ini saya baru mengetahui bahwa kandungan PK lumpur minyak sawit hampir sama dengan kandungan PK dedak padi.
berarti bila kita tidak memiliki dedak padi, kita bsa memanfaatkan lumpur minyak sawit sebagai penggantinya.
terima kasih untuk informasinya.

Unknown said...

em ternak kambing dengan menggunakan metode pemanfaat limbah kelapa sawit memang bagus,dengan begitu dapat menekan permasalahan yang dihadapi peternak sekarang mengenai pakan ternak,bener tu kata putri agraini bahwa apabila kita tidak mempunyai dedak padi kita dapat menggunakan limbah sawit sebagai pakan ternak.

delina s girsang E1C011033 said...

dari data diatas ada di katakan bahwa ,Penggunaan limbah dan hasil ikutan perkebunan kelapa sawit berupa daun sawit, lumpur sawit dan bungkil inti sawit dapat digunakan sebagai pakan alternatif yang cukup potensial sampai pada tingkat 60-70 % untuk kambing melalui pengolahan dan penambahan bahan pelengkap.
saya ingin bertanya adakah dampak negatif dari pemberian lumpur sawit tersebut bila di berikan kepada ternak?

Unknown said...

memang limbah yang tidak bermanfaat kemujian dijadikan sesuatu hal yang bermanfaat dan berguna sepeti limbah kelapa sawit ini harus dikembangkan lagi bukan hanya ke arah peternakan tetapi juga ke arah luar,,,,,, selain kandungannya yang baik juga dijadikan sesuatu yang lebih efisien,,

Widio Eko Wardoyo said...

assalam,,
Widio Eko Wardoyo : E1C011006

di dalam artikel ini tentang "uapaya pengembangan dan peningkatan prodiktivitas ternak kambing dengan pemanfaatan limbah perkebunan sawit" dapat di terapkan dalam pakan ternak ., apakah limbah kelapa sawit hanya meningkatkan tdn ?

Sis Tanto said...

penggunaan limbah sawit untuk ternak perlu dipertimbangkan biaya pengolahanya, apalagi untuk ternak kambing. pada umumnya kambing sangat mudah dipelihara dan diadaptasikan dengan lingkungsnnya dan tidak menuntut makanan yang membutuhkan pengolahan lanjutan seperti limbah sawit.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...