Pages

Saturday, December 15, 2012

Pemanfaatan Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) Dan Kunyit (Curcuma domestica Val) Sebagai Feed Additive Herbal Untuk Ayam Broiler




Oleh : Putri Anggraini
Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu
Jalan Raya Kandang Limun, Bengkulu

Abstrack

Ayam broiler yang diberi antibiotik sintetik pada pakannya akan menghasilkan daging yang kurang sehat untuk dikonsumsi oleh manusia. Hal ini disebabkan karena adanya ancaman residu bahan – bahan kimia didalam dagingnya. Temulawak dan kunyit adalah dua jenis tanaman herbal yang memiliki kandungan beberapa senyawa aktif seperti kurkumin dan xanthorrizol. Senyawa – senyawa kimia ini mampu menggantikan fungsi dari antibiotik sintetik didalam tubuh ayam broiler. Seperti meningkatkan produktivitas dan kualitas karkas yang dihasilkan. Dengan kemampuan ini, temulawak dan kunyit sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai feed additive herbal untuk menggantikan antibiotik sintetik yang berbahaya bagi ternak dan manusia. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui khasiat dari temulawak dan kunyit terhadap ayam broiler. Dari beberapa penelitian tersebut dapat diketahui bahwa pemberian temulawak dan kunyit untuk ayam broiler memberikan dampak yang cukup baik. Salah satunya adalah hasil penelitian yang dilaporkan oleh Sufriyanto dan Mohandas (2005) menyatakan bahwa pemberian ekstrak temulawak sebesar 0,5 g per liter air minum dan pemberian ekstrak kunyit sebesar 0,25 g per liter air minum mampu menghasilkan produksi daging yang sama dengan ayam broiler yang diberi vitamin dan antibiotik sintetik.

Kata kunci : ayam broiler, temulawak, kunyit, feed additive, antibiotik sintetik.

Thursday, November 1, 2012

“Inovasi Teknologi Pakan Ternak dari Limbah Sawit untuk Ayam Broiler, dalam upaya Mewujudkan Swasembada Daging 2014”



Oleh: Muhammad Yusuf
Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu.
ABSTRAK
Beternak ayam broiler menjadi alternatif  untuk mewujudkan program pemerintah yaitu swasembada daging 2014. Cara ini dirasa paling efektif mengingat budidaya yang mudah dan  umur panen yang relatif lebih cepat dibandingkan dengan ternak besar lainya. Ayam broiler dapat dipanen pada umur 5-6 minggu  dengan rata-rata bobot badan 1,3 – 1,6 kg. Namun pada usaha peternakan, pakan menjadi faktor yang sangat penting untuk kita perhatikan. Dimana biaya pakan ini mencapai 70% untuk ayam pedaging dan 90% untuk ayam petelur dari total biaya produksi ( Widodo, 2012 ). Untuk mengatasi masalah tersebut perlu kita kembangkan potensi yang ada disekitar kita sebagai bahan pakan ternak. Salah satu bahan yang tersedia melimpah dan masih belum banyak dimanfaatkan adalah limbah pengolahan minyak sawit yang berupa lumpur sawit. Bahan ini mengandung serat kasar yang tinggi dan kadar protein yang rendah yaitu protein kasar (PK) 12,63-17,41% dan serat kasar (SK) 9,98-25,79%, Sehingga perlu adanya sedikit sentuhan teknologi untuk dapat meningkatkan kadar protein dan menurunkan kadar serat kasarnya. Sentuhan teknologi yang dimaksud adalah limbah lumpur sawit difermentasi menggunakan mikro organisme anaerob, sehingga dapat langsung diberikan sebagai bahan pakan ternak unggas. Limbah lumpur sawit yang sudah difermentasi dapat menggantikan penggunaan jagung samapi taraf 10 % total ransum.
Kata Kunci : Ayam Broiler, Lumpur sawit, Fermentasi

Tuesday, October 23, 2012

NILAI NUTRISI BIJI KARET (Hevea brasiliensis) SEBAGAI PAKAN TERNAK



Oleh : Effrendi
Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu

Abstrak
Salah satu persyaratan suatu bahan dapat digunakan sebagai bahan baku pakan adalah ketersediaannya yang melimpah, harganya relatif murah, mudah dicerna oleh ternak, mempunyai kandungan nutrisi yang baik (protein) dan tidak berkompetisi dengan manusia. Biji karet dapat digunakan sebagai salah satu kandidat bahan baku pakan ternak. Menurut Arossi et al. (1985) dalam Prawirodigdo (2007), penambahan tepng biji karet sampai 19% dalam pakan masih layak untuk pertumbuhan ayam pedaging strain CP 707. kandungan protein tepung biji karet sangatlah tinggi. Selain kandungan protein yang cukup tinggi, pola asam amino biji karet juga sangat baik. Asam amino yang paling banyak terkandung dalam tepung biji karet adalah asam glutamik, asam aspartik dan leucine sedangkan methionine dan cystine merupakan kandungan asam amino yang terendah.
Kata kunci : karet, ayam broiler, nutrisi

Tuesday, October 16, 2012



SUSU KAMBING SEBAGAI PANGAN ASAL HEWAN  YANG KAYA MANFAAT
OLEH: SUYANTI
Abstrak
Susu kambing dapat digunakan sebagai pengobatan dan pencegahan beberapa macam penyakit. Susu kambing memiliki antiseptik alami dan diduga dapat membantu menekan pertumbuhan bakteri dalam tubuh karena mengandung fluorine 10 – 100 kali lebih besar dari susu sapi. Susu kambing juga memiliki protein dan efek laksatifnya rendah, sehingga tidak menyebabkan diare bagi yang mengkonsumsinya. Nutrisinya yang lengkap seperti vitamin, mineral, serta unsur kimiawi lainnya yang mudah dimanfaatkan oleh tubuh. Susu kambing mengandung lebih banyak asam lemak berantai pendek dan sedang jika dibandingkan dengan asam lemak dalam susu sapi. Perbedaan tersebut diduga menyebabkan susu kambing lebih mudah dicerna. Selain itu, ukuran butiran lemak susu kambing lebih kecil jika dibandingkan dengan susu sapi atau susu lainnya. Susu kambing merupakan sumber yang kaya mineral selenium sebagai nutrisi yang diperlukan untuk imunitas dan bersifat antioksidan. Sifatnya yang basa sehingga tidak menimbulkan gangguan pencernaan, menyembuhan penyakit paru seperti asma, TBC, serta infeksi pada paru-paru serta mengontrol kadar kolesterol dalam darah.
Kata kunci: susu kambing, manfaat susu kambing

Thursday, October 11, 2012

POTENSI LIMBAH KULIT NANAS (Ananas comucus) SEBAGAI BAHAN PAKAN TERNAK RUMINANSIA




Oleh : Ita Maria Martha Prima
Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu
Jalan Raya Kandang Limun, Bengkulu

ABSTRAK
Pakan merupakan komponen terbesar, yakni mencapai 60%, dari biaya produksi peternakan. Hal ini tentu saja sangat dipengaruhi oleh jenis bahan bakunya. Untuk menekan biaya pakan, peternak atau perusahaan penggemukan mau tidak mau harus mencari alternatif bahan baku yang dapat dijadikan pakan berkualitas baik dan murah. Dalam ransum, kulit nanas diambil manfaatnya sebagai sumber serat dan energi bagi ruminansia. Sementara kebutuhan akan proteinnya dipasok dari campuran bungkil-bungkilan dan urea. Bahan baku pakan bersumber dari limbah industri ini cukup tersedia sepanjang tahun. Nanas merupakan tanaman buah berupa semak dengan daging buah berwarna kuning yang mempunyai kandungan air yang dimiliki buah nanas adalah 90%. Nanas kaya akan Kalium, Kalsium, lodium, Sulfur, Khlor, Asam, Biotin, Vitamin B12, Vitamin E serta Enzim Bromelin. Dalam bahasa Inggris, nanas disebut pineapple yang berasal dari persamaan bentuk buah pohon pinus yaitu pine-cone (biji atau buah cemara). Sebutan ini pertama kali tercatat pada tahun 1398, yang asalnya dulu digunakan untuk menjelaskan organ reproduksi dari pohon conifer. Ketika bangsa Eropa melakukan eksplorasi laut (menjelajah dunia) maka ditemukanlah buah tropikal ini, bangsa Eropa menyebutnya “pineapples”. Dalam bahasa ilmiah, nama dari nanas adalah Ananas Comosus. Kata Ananas asalnya dari bahasa Tupi (Tupian Languages) sebuah suku yang tinggal di daerah Rio de Janeiro, Brazil, kependekan dari pine ananas (kata ini tercatat pada 1555 oleh Andre Thevenet). Sementara kata Comosus berarti “berumbai” (tufted) yang didasarkan pada bentuk tangkai/batang buah yang mempunyai daun berumbai-rumbai. Pada genus atau kerabat nanas lainnya sering juga disebut pine saja. (AAK, 1998).

Kata-kata kunci : Kulit nanas sebagai pakan ternak, Limbah Industri, Ananas comucus   

Wednesday, October 3, 2012



PENGGUNAAN EKSTRAK  DAUN PEPAYA (Carica papaya L.)  DALAM RANSUM PADA AYAM BROILER 

Oleh : Suttriatha
Jurusan peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas bengkulu

Abstrak
Tanaman pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman yang mudah tumbuh di dataran. Rendah maupun dataran tinggi, banyak dijumpai di Indonesia sebagai tanaman yang kaya manfaat. Kandungan kimia daun papaya adalah  enzim papain, alkaloid carpain, pseudocarparina, glikosid, saponin, sukrosa, dektrosa. Sebagai tanaman obat, daun pepaya ini dipercaya mempunyai kasiat meningkatkan nafsu makan. Daun papaya mengandung 79 kkal, protein 8%, lemak 2%, karbohidrat 11,9%, kalsium 353mg, fosfor 63 mg, besi 0,8 mg, vitamin A 18.250 SI, vitamin B1 0,15 mg, vitamin C 140 mg dan air 75,4%.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun pepaya  tidak memperbaiki  pertambahan berat badan, konsumsi ransum dan  konversi ransum.
Kata kunci :  Daun papaya, bobot badan, ayam broiler.
















































Monday, September 24, 2012

Beberapa Senyawa Polutan di Kandang Unggas


Oleh: Urip Santoso


            Beberapa senyawa dapat merupakan racun baik bagi manusia maupun hewan. Beberapa diantaranya adalah yang akan diuraikan sebagai berikut.

a. Karbon dioksida

            CO2 adalah gas yang tidak berbau, tidak berwarna dan satu setengah kali lebih berat dibanding kan udara. Seringkali keberadaan CO2 diabaikan sebagai parameter pengukuran. Penelitian menunjukkan bahwa ventilasi yang biasa digunakan untuk mengendalikan suhu dan kelembab an sudah cukup untuk mengendalikan CO2. Gas ini menyebabkan gangguan sesak napas se hingga perlu diperhitungkan pada konsentrasi yang tinggi. Tingkat konsentrasi maksimum yang masih direkomendasikan untuk kandang ayam adalah 2500 ppm. CO2 merupakan limbah dari proses metabolisme tubuh bersamaan dengan dihasilkannya panas dan kelembaban. Gas ini merupakan hasil pembakaran sempurna dari bahan hidrokarbon. Karena CO2 mempunyai berat jenis lebih besar daripada udara, maka CO2 biasanya terdapat pada bagian lapisan bawah dari udara. Pelepasan CO2 dari litter merupakan hasil dari aktivitas mikroorganisme dalam litter. Produksi oleh unggas dan emisi dari litter akan meningkatkan konsentrasi CO2 dalam udara (living area). Ada pendapat bahwa maksimum konsentrasi CO2 adalah berkisar dari 0,3 sampai 2% ( 1 vol-% = 10000 vpm = 19,7 g/m3). Pengetahuan tentang emisi CO2 dari litter memberikan pengetahuan emisi yang lebih baik dari total produksi CO2 oleh unggas dan litter dalam kandang. Informasi ini dapat digunakan untuk menghitung ventilasi dalam kandang berventilasi alami. Emisi CO2 dari litter dalam kandang unggas berkisar antara 7 sampai 56% bergantung kepada produksi oleh unggas. Konsentrasi CO2 dalam living area adalah sampai dengan 2 kali lebih tinggi daripada konsentrasi dalam outlet air.
            Dalam kadar normal CO2 biasanya dilepaskan via paru-paru melalui pernafasan. Jika kadar CO2 tinggi di dalam alveoli, maka pelepasan CO2 tercegat. Jika CO2 tertahan maka akan mengakibatkan acidosis (keasaman dalam darah). Bila acidosis parah, maka pH jaringan akan turun. Bila berkelanjutan jaringan tersebut akan mati, karena disfungsi dari jaringan-jaringan terutama pusat syaraf. Untuk menghindarinya sediakan udara segar.

Saturday, September 15, 2012

Pengaruh Gas Beracun pada Ternak

Poultryindonesia.com, Tips. Kandang yang jelek sangat mudah menghasilkan gas-gas beracun yang biasanya timbul dari kotoran ternak yang tidak terbuang. Gas beracun ini akan mengumpul disekitar kandang sehingga mampu mencekik ternak yang ada.
Tata laksana perkandangan pada suatu usaha peternakan unggas sangat  besar peranannya dalam menentukan besar kecilnya keuntungan yang bakal diraih. Sistem perkandangan yang baik akan memperhatikan betapa penting arti ventilasi, cahaya, kebersihan tempat pakan dan minum, kebersihan lantai kandang dari tumpukan kotoran dan sebagainya.
Kandang yang jelek, yang tidak memperhatikan ventilasi, cahaya, pembuangan kotoran dan lain-lain akan sangat merugikan bagi usaha peternakan. Kandang yang jelek sangat mudah menghasilkan gas-gas beracun yang biasanya timbul dari kotoran ternak yang tidak terbuang.
Gas beracun ini akan mengumpul disekitar kandang sehingga mampu mencekik ternak yang ada. Ahmad Jauhari (1985) menyatakan, gas-gas beracun yang biasa ditemukan dalam kandang yaitu : NH3, CO2, H2S dan lain-lain.
 Gas CO2
Gas ini dihasilkan dari pembakaran sempurna dengan bahan bakar (HC). Gas CO2 bisa berasal dari alat-alat pemanas dalam kandang yang memakai bahan bakar minyak/ HC (bukan listrik), atau bisa juga berasal dari polusi udara dari industri yang mungkin ada di sekitar lokasi peternakan. Gas CO2 sudah dapat menimbulkan stress pada ternak pada level 10% dari udara. Pada kandungan CO2 dalam udara sebanyak 25% akan mengakibatkan rate respirasi ternak menjadi turun dan ternak memasuki fase koma, tak sadarkan diri  hingga mati. Pada saat konsentrasi CO2 mencapai level 40-50%, dapat mengakibatkan kematian ternak.
Bila onsentrasi CO2  dalam udara tinggi, maka akan banyak tersedot masuk saluran pernafasan dan dapat menimbulkan asidosis. Asidosis ini akan menyebabkan penurunan PH yang mengakibatkan tidak berfungsinya sistem pengaturan syaraf pusat (CNS) yang akhirnya dapat membawa kematian.
 Gas CO
Gas CO berasal dari hasil pembakaran dari bahan bakar HC yang tidak sempurna karena kekurangan oksigen. CO berbahaya bagi ternak, sebab CO udara yang masuk saluran pernafasan akan berikatan dengan Hb membentuk COHb yang merupakan ikatan yang sangat kuat dan sulit dilepas.
Pada level rendah memang masih dapat ditolerir, tapi pada level 6-8% COHb dalam darah sudah dapat menimbulkan stress ternak. Pada level 12% dapat menimbulkan kesulitan dalam koordinasi gerak. Level 20-40%, ternak menjadi malas bergerak dan acuh terhadap lingkungan. Pada level 60-70% COHb dalam darah dapat mengakibatkan kematian. Gejala keracunan CO  adalah : hewan terlihat malas dan
mengantuk, tidak peka rangsangan sekelilingnya, tidak dapat mengkoordinasi gerak, kesukaran bernafas, koma dan kemudian mati.
 Gas NH3
Adalah gas yang dihasilkan dari dekomposisi kotoran ternak dan dari material sumber N yang ada. Kandang yang tidak baik ventilasinya akan menimbilkan bahaya bagi ternak. Kandungan NH3 sebanyak 10 mg/m3 dalam udara dapat dideteksi oleh manusia melalui baunya yang khas. Pada konsentrasi 14 mg/m3 produksi telur layer mulai turun.
Konsentrasi 17-24 mg/m3 menimbulkan rasa pedas pada mata dan ternak menjadi stress. Pada konsentrasi 40-50 mg/m3 akan menyebabkan iritasi mata dimana korneamata akan mengalami erosi (pelarutan).
 Gas H2S
Merupakan gas beracun hasil dekomposisi dari zat-zat organik yang mengandung S. Gas ini bisa menimbulkan ganguan pada ternak, bahkan dapat mengakibatkan kematian.
Hewan yang keracunan gas H2S biasanya mempunyai tanda-tanda : respirasi terhenti, sebelum terjadi kematian timbul kejang-kejang dan tidak sadarkan diri, sedang paru-parunya tampak pucat dan membengkak.
Bila melihat kenyataan di atas, penyebab terjadinya keracunan adalah kurang baiknya sistem ventilasi kandang sehingga udara segar dari luar yang sangat diperlukan oleh ternak tidak dapat masuk. Oleh sebab itu untuk menghindari terjadinya keracunan ini, inti pokok yang harus diperhatikan adalah adanya ventilasi kandang yang baik sehingga pertukaran udara segar dan keluarnya gas-gas beracun dari dalam kandang dapat berjalan dengan lancar.PI/dw

Silakan mengutip dan atau meng-copy tulisan ini dengan menyebut sumbernya : www.poultryindonesia.com

Monday, September 10, 2012

Pedoman Mutu Air Minum untuk Unggas


Table 2. Drinking Water Quality Guidelines for Poultry
Contaminant or characteristic
Level considered average
Maximum acceptable level
Remarks
 Bacteria

Total bacteria
0/ml
100/ml
0/ml is desirable.

Coliform bacteria
0/ml
50/ml
0/ml is desirable.
 Nitrogen compounds

Nitrate
10 mg/l
25 to 45 mg/1
Levels from 3 to 20 mg/l may affect performance.

Nitrite
0.4 mg/l
4 mg/l

 pH
6.8 to 7.5
 ----
A pH of less than 6.0 is not desirable. Levels below 6.3 may degrade performance.
Total hardness
 60 to 180
 ----
Hardness levels less than 60 are unusually soft; those above 180 are very hard.
 Naturally occurring chemicals

Calcium
60 mg/l
 ----
Levels as low as 14 mg/l may be detrimental if the sodium level is higher than 50 mg/l.

Chloride
14 mg/l
250 mg/l
 Copper
0.002 mg/l
0.6 mg/l
Higher levels produce a bad odor and taste.
 Iron
0.2 mg/l
0.3 mg/l
Higher levels produce a bad odor and taste.
 Lead
 ----
0.2 mg/l
Higher levels are toxic.
 Magnesium
14 mg/l
125 mg/l
Higher levels have a laxative effect. Levels greater than 50 mg/l may affect performance if the sulfate level is high.
 Sodium
32 mg/l
 ----
Levels above 50 mg/l may affect performance if the sulfate or chloride level is high.
 Sulfate
25 mg/l
1250 mg/l
Higher levels have laxative effect. Levels above 50 mg/l may affect performance if magnesium and chloride levels are high.
 Zinc
 ----
1.50 mg/l
Higher levels are toxic.
 SOURCE: Adapted from T. A. Carter and R. E. Sneed, Drinking Water Guidelines for Poultry, Poultry Science and Technology Guide No. 42, North Carolina State University